selamat datang di website kami produk kreatif kain tenun sabu raijua

SEJARAH / ASAL USUL KAIN TENUN

Kain Tenun Sabu Khas Pulau Sabu Raijua merupakan satu dari ribuan budaya masyarakat indonesia yang patut kita banggakan. Pulau yang memiliki spot wisata yang menyimpan keindahan lam yang luar biasa ini merupakan salah satu gagasan pulau yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Budaya pada masyarakat ini masih terjaga dengan baik, bahkan terdapat beberapa kampung adat yakni Kudji Ratu di Sabu Timur dan kampung Namata yang di wajibkan menggunakan sarung atau selimut khas Sabu.

Tenunan khas Sabu di kenal dengan nama sabunya EI (sarung), Higi (selimut), Naleda (selendang) tenun yang dibuat dengan benang dan direntangkan pada langa agar mudah diikat sesuai motif setelah dilumuri lilin. Warna yang biasa digunakan biasanya terdiri dari tiga warna yaitu biru atau hitam dari racikan nila, merah dari mengkudu dan kuning dari kunyit. Bagi masyarakat lokal, tiga warna membentuk tiga unsur penting badan atau darah bagian fundamental yang terdapat didalam badan setiap makhluk hidup. Keseimbangan tiga unsur ini dalam tubuh berhubungan keseimbangan kosmis dan keadaan fisik yang sehat, demikian juga bagi tenun yang melindungi badan penggunanya.

Masyarakat Sabu diklasifikasikan sebagai masyarakat bilineal dan mengenal kelompok-kelompok keturunan Patrilineal dan dua garis Matrilineal atau hubi dari garis dua kakak beradik perempuan.nama dari kelompok matrilineal di ambil dari tangkai buah pohon palem yaitu “Hubi Ae” (Bunga Palem Besar ) dan “Hubi Iki” (Bunga Palem Kecil). Untuk motif yang di hasilkan, berbeda-beda dalam setiap kelompok. Kelompok bunga palem besar memiliki tujuh wini, yaitu D’ila Robo, Ga, Meko, Pi’i, Migi, Raja dan Waratada. Sedangkan motif yang di hasilkan kelompok Bunga Paling Kecil terdapat tiga Wini, yaitu Jawu, Putenga, dan Waratada.

Penggunaan sarung Sabu sangatlah mudah, cukup dengan mengikat di pinggang lalu sisanya di lipat ke depan untuk memperlihatkan motif ikatan. Sedangkan untuk pakaian malan biasanya para warga lokal menambahkan selendang dengan menggantungkan di depan.

Pulau Sabu Raijua merupakan pulau yang jauh dari hinga bingar perkotaan. Namun disanalah akan di temui keteguhan mempertahankan warisan leluhur,tenunan tiada dua di atas tanah yang subur permai.

PENGERTIAN KAIN TENUN

Kain Tenun Sabu Raijua adalah kain tradisional khas dari pulau sabu raijua, Nusa Tenggara Timur, yang dibuat oleh perempuan.

Kain ini tidak hanya memiliki keindahan visual, tetapi juga kaya akan makna filosofis, sosial, dan budaya yang tercermin dalam setiap motifnya. Kain ini merupakan bagian penting dari budaya sabu, dan kematian, serta memiliki berbagai jenis seperti sarung (ei), selimut (Higi Huri), selendang (Naleda).

MANFAAT KAIN TENUN

Manfaat kain tenun sabu sangat beragam, mulai dari pelestarian budaya dan identitas melalui makna simbolis dalam motifnya, hingga fungsi sosial dan ekonomi sebagai perlengkapan adat, pakian sehari-hari, dan objek parawisata. kain tenun ini juga berfungsi sebagai media ekspresi artistik dan nilai spiritual, yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam, leluhur dan kosmologi masyarakat sabu.

JENIS-JENIS KAIN TENUN

1. Motif Ei Raja 

Motif Ei Raja tidak secara spesifik dijelaskan secara rinci dalam sumber yang tersedia, namun konteks “Raja” kemungkinan berkaitan dengan status sosial, kepemimpinan, atau keagungan, mengingat kain tenun sering menjadi simbol status sosial di masyarakat adat. Secara umum, tekstil di Sabu merupakan bentuk ikat yang maknanya mewakili doa dan perlindungan. 

2. Motif Ei Ledo

  • Arti: Motif Ei Ledo memiliki arti “Api Unggun” dalam bahasa Sabu.
  • Gambaran: Motif ini biasanya digambarkan dengan bentuk api yang menyala.
  • Makna dan Konteks: Meskipun arti spesifiknya adalah api unggun, tarian Ledo Hawu yang terkenal di masyarakat Sabu (dan mungkin berkaitan dengan motif ini) merupakan tarian kegembiraan yang dilakukan untuk menyambut tamu kehormatan. Hal ini menunjukkan motif tersebut mungkin melambangkan semangat, perlindungan, atau penerangan dalam perjalanan spiritual. 

3. Motif Ei Worapi 

  • Konteks: Motif Ei Worapi (Wokeppi) adalah salah satu motif yang terkait dengan klan Hubi Iki.
  • Makna: Seperti halnya motif tenun Sabu lainnya, motif ini merupakan representasi dari nilai-nilai kehidupan dan hubungan spiritual antara manusia, alam, dan leluhur. Penggunaannya sangat penting dalam acara adat, seperti pernikahan atau upacara kematian, dan pemakaiannya harus sesuai dengan aturan adat setempat yang ketat. 

ALAT DAN BAHAN :

Alat:

  • Gedongan :  Alat tenun tradisional yang digunakan untuk merentangkan benang agar proses menenun dapat dimulai.
  • Sial : Berbentuk lidi kecil dari bambu yang berfungsi untuk mengatur dan memisahkan benang guna membuat motif.
  • Lilin (Ninik) : Alat yang digunakan untuk merapikan benang, mencegahnya lengket, dan memudahkan pemisahan benang.
  • kayu Paso : Digunakan untuk menggulung kain yang sudah selesai ditenun.
  • Langa Tali : Alat untuk merentangkan benang agar memudahkan proses pengikatan motif. 
  • Langamane: Alat tempat benang-benang yang sudah disiapkan direntangkan untuk memulai proses penenunan (masukan benang pakan secara horizontal pada benang-benang lungsin).

Bahan:

  • Benang Kapas: Bahan dasar utama untuk membuat tenunan, baik yang dipintal sendiri maupun menggunakan benang komersial.
  • Benang Pakan: Bahan yang digunakan untuk membuat kain tenun secara tradisional yang terbuat dari serat kapas alami yang dipintal sendiri oleh para pengrajin lokal.
  • Pewarna Alami:
    • Biru/Hitam: Dari racikan nila.
    • Merah: Dari mengkudu.
    • Kuning: Dari kunyit.
  • Tali rafia: digunakan untuk mengikat benang sesuai pola motif sebelum ditenun. 

PROSES MEWARNAI BENANG

Benang yang sudah dipintal, kemudian diikat menggunakan tali rafia membentuk pola tertentu menggunakan alat khusus yang dalam bahasa Sabu disebut Langa Tali. Biasanya benang akan diikat menggunakan tali rafia agar saat dicelup ke pewarna, bagian yang diikat ini tidak terkena pewarna. Nantinya benang yang sudah diwarnai dan dijemur akan membentuk pola sesuai dengan pola dari ikatan-ikatan tali rafia. Alat ini umum ditemui di rumah-rumah orang Sabu Raijua.

Benang yang sudah diikat dengan pola tertentu akan dicelup dalam pewarna. Benang kemudian dijemur hingga kering. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan menyatukan benang-benang/menenun menjadi sehelai kain.